Rabu, 07 April 2010

Hutan Burung

Hutan Burung begitulah orang-orang desa itu menamakannya, sebab hutan itu memang penuh dengan berbagai macam burung. Baik siang maupun malam saja terdengar suara burung.
Kami bertiga berencana untuk berburu, meskipun kami tahu banyak yang mengatakan hutan burung itu angker, tapi karena kami belum pernah mengalami langsung, kami tidak hiraukan. Persiapan berburu kami siapkan di rumah Kardi.
Kami sengaja memilih berburu pada malam hari. Kami ingin membuktian bahwa hutan burung tidaklah angker. Kami memasuki hutan burung tepat jam sembilan malam. Burung-burung malam terdengar suaranya. Sungguh indah pemandangan hutan burung di malam hari.
Sinar bulan bisa menembus hutan. Kami menyenter berbagai sudut pohon-pohon untuk mendapatkan burung yang kami inginkan. Aku melihat seekor burung yang warnanya cantik tertimpa sinar bulan. Kami berhenti untuk mengambil posisi yang enak untuk menembak.
Aku mendapatkan giliran pertama untuk menembak. “Door!” burung itu jatuh terkapar. Ternyata yang kena sayap kanan. Aku mengambil dan memasukkannya dalam keranjang belakang punggung.
Kami melanjutkan perburuan berikutnya, karena kami berencana harus mendapatkan tiga burung. Kami kembali menyenter berbgai sudut, dan tiba-tiba aku merasakan punggungku ada yang menepuk.”Aryo, jangan tepuk-tepuk punggung, aku lagi serius nih.” Tapi ternyata Aryo menyangkal.
Sekarang giliran Kardi yang menembak burung yang bertengger di pohon turi. Tepat mengenai kaki burung. Burung juga dimasukkan dalam keranjang Kardi. Pada saat kami terus mencari burung, Kardi merasa kakinya ada yang mengusap-usap. Tentu saja bukan kami yang iseng mau mengusap kaki Kardi. Karena merasa hanya semut, Kardi tidak hiraukan kakinya.
Giliran aryo yang berhasil menembak burung hitam. Tepat mengenai kepala burung. Akhirnya kami memutuskan pulang, karena jam telah melewati angka dua belas. Kami berjalan sambil tertawa-tawa. Sampai kami bertiga merasakan sesuatu yang terjadi pada kami.
Tiba-tiba aku merasakan punggungku ada yang menepuk lagi. Aku mulai curiga karena kedua temanku berada di depanku yang tidak mungkin bisa menepuk punggungku. Si Kardi kembali mengeluh kakinya ada yang menggerayangi dan aryo berteriak menuduh Kardi sengaja mencubit tengkuknya.
Mereka berdua saling menuduh sampai kami saling berpandangan dan segera menoleh kearah gangguan kami. Aku menoleh ternyata aku melihat sepotong sayap tanpa tubuh sedang memegang punggungku. Spontan aku berteriak dan lari.
Kardi melihat kearah kakinya. Kakinya ternyata sedang digerayangi bulu-bulu burung. Begitu juga dengan Aryo waktu menoleh dilihatnya kepala burung dengan paruhnya sedang mematuk tengkuknya. Langsung saja kami beteriak sekuat tenaga dan lari secepat mungkin keluar dari hutan burung.
Begitu sampai di mulut desa kami berhenti dan segera melihat keranjang kami masing-masing, dan memang betul keranjang kami kosong. Kami bertambah yakin bahwa burung yang kami tembak itu adalah burung jadi-jadian. Sejak saat itu kami percaya bahwa hutan burung itu angker.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar