Rabu, 07 April 2010

Sekolahku Berhantu

Sekolahku Berhantu

B

angunan sekolahku tergolong tua. Kabarnya sih, bangunan sekolahku sudak ada sejak tahun 1927. tua banget kan? Karena tuanya, ada yang bilang sekolahku menyimpan cerita menyeramkan. Tapi, sampai saat ini aku belum pernah mengalami kejadian mengerikan.

Tahun ini aku menjadi panitia penerimaan siswa baru. Jam lima sore ini aku dan beberapa panitia masih menyiapkan acara puncak keakraban buat nanti malam. “Deni, bilang dong sama Rudi dan Harri nyiapin kayu buat api unggun. Mereka berdua ada di kelas III B tuh,” Soni memerintahku.

Koridor sekolah sepi. Aduh, ngeri juga jalan sendirian ke ruang ganti. Kulihat bayang-bayang pilar yang jatuh dilantai bak orang bertubuh besar tiduran di lantai. Kesan kuno bangunan sekolahku menjadi amat kuat.

Kupercepat langkahku. Uuupppss! Aku terantuk bangku yang memang diletakkan di koridor. Aku duduk mengurutnya ketika kurasakan ada seseorang mengawasiku. Kulihat seorang laki-laki berdiri memandangiku dari depan pintu kelas III B.

Kucoba melangkah. Begitu sampai di kelas III B yang kulihat hanya Rudi dan Harri sedang membuat tulisan di spanduk. “Kok berdua? Tadi kulihat bapak-bapak masuk kemari?” Aku masih ingat akan lelaki tadi. “dari tadi kita Cuma berdua. Lagian dari tadi nggak kedengeran pintu kelas dibuka selain kamu yang masuk,” kata Harri.

Soni minta tolong kalian ajakin anak-anak lain ngumpulin kayu bakar di lapangan bola,” kataku dengan mimik kebingungan soal bapak-bapak tadi. “jangan kami aja dong, anak yang lain mungkin di aula lama. Panggil aja sekalian,” sahut Rudi. Sekilas kulihat Rudi mengerling nakal ke Harri.

Aku menuju ke aula dengan perasaan lebih takut. Sampai juga aku di aula. Tapi, kok aula sepi banget. Aku masuk dan merasakan kesenyapan memenuhi ruangan yang luas itu. Jelas ini aku dikerjain Rudi dan Harri.

Aku merasakan ada yang memperhatikan dari aula. Tapi tak ada orang. Aku menoleh ke dinding. Seorang laki-laki dalam pigura itu menoleh kepadaku. Matanya melirikku dengan tajam. Waktu kuperhatikan dengan teliti mata dalam pigura itu sudah kembali ke posisi semula.

Aku langsung lari keluar. Kubanting pintu aula tanpa sadar. Bumyi dentumannya mengagetkanku sendiri. Aku menoleh sebentar takut ada yang mengejarku. Namun, tak ada orang yang keluar dari aula.

Aku berlari sepanjang koridor. Aku tambah takut ketika menyadari aku sendirian. Untunglah ada orang beberapa meter dari tempatku. Aku menghela napas lega. Dengan gembira aku mendekat.

Tiba-tiba aku berhenti karena ada yang janggal. Dalam keremangan senja kuperhatikan sosok-sosok itu lebih teliti. Haaah! Semua sosok yang berkumpul itu ternyata tanpa kepala. Aku tak sanggup lari lagi. Mataku melebar ketakutan.

Tubuhku jatuh kelantai. Aku merasakan sosok-sosok yang berpakaian seragam tanpa kepala dengn bekas darah yang sudah kering melewatiku. Kini aku tahu, mereka adalah hantu serdadu Jepang yang mati bunuh diri di gedung sekolahku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar